Prabowo Butuh Kelompok Kritis, PDIP dan PKS Jadi Harapan – Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih tetap membutuhkan kelompok kritis dalam pemerintahannya mendatang. PDIP dan PKS diharapkan mengambil peran tersebut. Pengamat politik Hendri Satrio (Hensat) menilai, peran oposisi atau pihak yang berada di luar kekuasaan masih sangat dibutuhkan untuk diambil oleh beberapa partai politik. Dia mengaku tak bisa membayangkan apabila rtp slot tidak ada satu pun partai politik yang mengambil peran sebagai oposisi. Hensat berpandangan, hal ini justru membahayakan bagi pemerintahan Prabowo itu sendiri.
Hensat menaruh harapan besar masih ada partai politik yang akan mengisi peran tersebut dalam pemerintahan ke depan. Secara khusus, dia menaruh harapan kepada PDIP dan PKS sebagai partai politik yang sudah berpengalaman berada di luar pemerintahan.
“Saya sih berdoa PDI Perjuangan dan PKS tetap di luar,” ujarnya. Hensat melihat, jika PDIP dan PKS memutuskan untuk berada di luar pemerintahan, keduanya sudah mengambil peran yang sangat luar biasa. “Bayangkan saja, kalau misalkan PDI Perjuangan dan PKS berada di luar, sangat mungkin kan terjadi rekonsiliasi ideologis antara PKS yang kanan banget dan PDI Perjuangan yang nasionalis yang katanya kiri banget. Nah itu kalau dua-duanya bersatu, itu luar biasa banget,” ujarnya.
Baca Juga : Kelakar Prabowo soal Senyuman Berat hingga Ajakan Bersatu
Namun, Hensat memprediksi PKS akan langsung menerima untuk bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran apabila langsung diajak Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih. “PKS kalau diajak sangat mungkin masuk ya,” katanya. Hensat pun turut berkomentar soal Partai Gelora yang menolak PKS bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. “Mohon maaf lahir batin nih teman-teman Gelora. Buat Pak Prabowo, PKS itu lebih berguna di parlemen daripada Gelora. Jadi, kalau misalnya Pak Prabowo bilang PKS masuk aja, Gelora mau marah-marah terus keluar dari koalisi? Nggak mungkin,” ujarnya.
Diketahui, berdasarkan hasil Pemilu 2024,PKS meraih 12.781.353 suara atau setara 8,42 persen. Sementara,Gelora meraih 1.281.991 suara atau 0,84 persen. Dengan demikian, Gelora gagal melenggang ke Senayan. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengharapkan agar PDIP tetap beroposisi dan tak gabung dalam koalisi Prabowo-Gibran.
Refly pun menyebutkan, berbicara tentang fatsun politik, harusnya yang kalah berada di oposisi. Cuma, susahnya kubu Prabowo itu menggoda dan yang digoda gampang sekali tergoda. Harusnya, kata dia, partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, yakni Nasdem, PKB, dan PKS tetap berada di jalur oposisi.
“Tetapi, sepertinya kita hanya bisa berharap dari satu partai saja, yaitu PKS. Itu pun PKS sudah menyodorkan diri. Sudah mau kasih karpet merah, tetapi Prabowo-Gibran tidak datang, lebih memilih ke NU, kan sudah dilepeh itu namanya, sudah tak perlu lagi menyorongkan diri,” tuturnya. Refly menerangkan, mengharapkan partai pendukung Anies-Muhaimin untuk menjadi opisisi harus dilihat mentalitas partai dalam Koalisi Perubahan tersebut. Dari tiga partai tersebut, PKB bisa disebut mualaf oposisi karena baru mulai September 2023. Itu pun tidak menyeluruh karena menterinya masih ada di Kabinet Indonesia Maju.
“Kemudian Nasdem juga tidak punya sejarah oposisi, baru beroposisi 3 Oktober 2022. Hanya PKS yang sudah pengalaman beroposisi.” Diketahui, selama hampir 10 tahun pemerintahan Jokowi, PKS berada di luar pemerintahan. Dalam pengesahan beberapa undang-undang di DPR, PKS pun tak jarang menolaknya.
Refly menambahkan, menjadi oposisi memang tak enak bagi orang yang punya masalah hidup, masalah ingin berkuasa, masalah bisnis, masalah keluarga, masalah takut manusia. Tapi, bagi orang yang independen, yang tak punya kepentingan bisnis, yang tak punya gerbong, dan lain sebagainya, beroposisi itu sangatlah enak. Sementara, pengamat politik Ahmad Khoirul Umam mengatakan, jika PDIP dan PKS menjadi kekuatan oposisi, hal itu akan menguntungkan pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, PDIP dan PKS ibarat air dan minyak, basis ideologinya sangat berbeda bahkan bertolak belakang.
PDIP Diprediksi Menjadi Oposisi, Keputusan di Tangan Megawati
Langkah politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2024 dinanti banyak pihak. Ada kecenderungan kuat PDIP memilih berada di luar pemerintahan atau menjadi oposisi. Diketahui, PDIP dan juga pasangan calon presiden-calon wakil presiden yang diusungnya yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak hadir dalam penetapan Prabowo-Gibran oleh KPU pada Rabu, 24 April 2024. Ketidakhadiran PDIP dan juga Ganjar-Mahfud itu memunculkan spekulasi partai pemenang Pemilu Legislatif 2024 ini akan memilih oposisi. Rencana pertemuan Prabowo dan Ketua Umum DPP PDIP Prabowo Subianto pun belum terealisasi hingga saat ini. Prabowo tak menjawab saat ditanya kapan sowan ke Megawati Soekarnoputri. Wartawan menanyakan hal itu saat Prabowo berkunjung ke Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (24/4/2024). “Ke PDIP kapan Pak?” tanya awak media.
“Ke Bu Mega (Megawati, red) kapan?” tanya awak media lainnya. Prabowo pun terlihat celingak-celinguk seraya mencari mikrofon untuk menjawab pertanyaan wartawan. “Ada pengumuman penting sekali, besok timnas kita U-23 di Doha ya akan melawan Korea Selatan. Kita berdoa untuk tim nasional kita, timnas kita ya. Itu penting sekali,” ucap Prabowo mengalihkan pertanyaan wartawan. Di sisi lain, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang pendahuluan gugatan yang diajukan PDIP terhadap KPU, Kamis (2/5/2024). Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun menegaskan penyelesaian sengketa pemilu tak hanya ditempuh lewat Mahkamah Konstitusi (MK).
“Proses sengketa pemilu itu tidak hanya di MK, bahwa putusan MK sudah final dan binding kita hormati. Tetapi ada dua lainnya bagaimana proses pemilu ini berlangsung apakah ada kesalahan-kesalahan terjadi,” ujar Gayus di PTUN Jakarta, Kamis (2/5/2024). Gayus berharap PTUN mengabulkan permohonan yang diajukan pihaknya perihal perbuatan melawan hukum KPU karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka.
“Itu kan materi permohonan dan itu menjadi petitum kami, ending dari permohonan kami, yang esensial sekali adalah untuk tidak dilantiknya cawapres,” kata Gayus seusai persidangan pendahuluan tertutup di PTUN Jakarta. Kembali ke soal oposisi, politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai partai politik yang berada di luar pemerintahan sangat penting. Menurutnya, hal itu merupakan syarat dari sistem demokrasi. Masinton mengakui, bersanding adalah hal yang baik setelah bertanding. Namun, bersanding bukan berarti harus ikut ke dalam gerbong pemerintahan. “Nah, bagi saya, saya meyakini bahwa demokrasi itu mensyaratkan adanya oposisi. Ada oposisi berarti adanya demokrasi di situ,” kata Masinton dalam dialog spesial Rakyat Bersuara bertajuk ‘Ramai Koalisi Negeri Tanpa Oposisi’ di iNews TV, malam.
Dalam konteks ketatanegaraan, kata Masinton, peran parpol yang berada di luar pemerintahan sangat penting untuk menjalankan checks and balances bagi pemerintah. Meski begitu, tuturnya, apa yang disampaikan ini tidak dalam kapasitas mewakili partainya, sehingga tidak serta-merta apa yang dikatakannya ini sebagai sebuah sinyal PDIP akan mengambil peran oposisi.
“Tetapi dalam pandangan saya, penting Pak (keberadaan oposisi). Artinya dalam kontestasi itu, pemenang ya dia membentuk pemerintahan, menyusun kabinet segala macam. Yang belum menang, ya dia bisa menentukan pilihannya untuk di luar pemerintahan,” ujar anggota DPR RI yang gagal kembali ke Senayan pada periode mendatang.
Sebelumnya, Capres 2024 Ganjar Pranowo memperkirakan PDIP akan berada di luar pemerintahan. Hal itu terbaca dari pernyataan-pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Belum memutuskan, tetapi kalau saya lihat statement-nya Bu Mega saya rasanya iya, di luar pemerintahan,” ujar Ganjar saat ditemui di kediamannya, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis .
Menurut Ganjar, PDIP akan mengambil peran mengontrol pemerintah. Hal itu, kata Ganjar, hanya bisa dilakukan jika PDIP berada di luar pemerintahan dan penting dilakukan untuk checks and balances agar tercipta pemerintahan yang baik. Namun begitu, ia menegaskan sikapnya tetap menghormati pihak yang memenangkan Pilpres 2024. Hanya saja, hal itu berbeda dengan sikap politiknya yang lebih suka berada di luar pemerintahan. “Bedakan antara sikap politik dengan penghormatan kepada pemenang. Saya menghormati pemenang, tapi sikap politik saya, lebih baik kami di luar,” jelasnya.
Disinggung soal rencana ke depan, Ganjar mengatakan tetap akan menjalani aktivitas di partai. Menurutnya, sebagai kader partai, dia memiliki kewajiban untuk menjalankan perintah yang ditugaskan. “Saya kader partai, jadi saya masih akan beraktivitas di partai ya. Dan banyak hal yang kemarin dipesankan oleh Bu Mega terkait dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, maka kita pasti akan konsentrasi pada soal-soal itu.”